Sinar mentari pagi ini mulai
menyeruak hangat di desa yang penuh kedamaian dan ketenangan, desa dimana
banyak ditumbuhi oleh pepohonan rindang
dari mulai beringin, mahogani, sampai kumpulan pohon-pohon bambu. Diantara
pepohonan tersebut banyak tumbuh rumput liar, dan sekali-kali tumbuh bunga
kecubung diantara rerumputan hijau itu,
ikut menyemarakkan rimbunnya pepohonan, Tanahnya pun masih berbukit-bukit,
menyembul sekitar lima belas meter dari permukaan tanah landai dengan berhiaskan
pohon-pohon rindang tadi. Dibawah
bukit-bukit tinggi itu terhampar sawah luas tergelar bagaikan karpet hijau
raksasa yang siap untuk dijadikan tempat bersantai berjama’ah. walaupun ini adalah pedesaan, jalan-jalan
utama di desa ini sudah beraspal mulus dan tanpa lubang di sepanjang jalan,
penduduk biasa menyebut jalan ini dengan “aspal korea”, mereka menyebutnya
seperti itu dikarenakan ada salah satu warga yang baru dua bulan ini pulang
dari negara tempatnya bekerja yaitu “korea”. Namanya Sri Wartati, orang-orang
memanggilnya ibu Sri, ibu sri sangat suka menceritakan segala sesuatu yang
terjadi selama ia mencari nafkah di korea kepada seluruh tetangganya,yang
kebanyakan dari jenis semacam ibu-ibu. Ketika
sepulang dari korea, dalam perjalanan
menuju kampung halamannya, betapa kagetnya ibu Sri, dengan menumpangi mobil
mini bus milik travel ternama “Do’a Ibu Travel” yang menyusuri jalan desa dimana jalan ini dulunya terdiri dari percampuran tanah
dan batu-batu padas, yang jika musim hujan datang akan segera menimbulkan
kubangan-kubangan lumpur bercampur batu yang mencetak jejak sepeda motor maupun
sepeda onthel hingga kaki para penduduk,
kini telah berubah menjadi jalan yang warnanya hitam keabu-abuan, mulus dan
tidak ada lagi kubangan-kubangan dan lubang yang mengganggu. ibu sri pun
langsung teringat akan negara yang ditinggalinya selama tiga tahun belakangan “
K-O-R-E-A” dimana jalan-jalan aspalnya
nyaris sama dengan jalan di desanya kini, dari situlah ibu Sri mulai
menceritakan kepada ibu-ibu tetangganya
tentang “aspal Korea”, karena kehebohan cara ia bercerita kepada para
tetangganya bak artis yang sedang naik
daun kini , iya, benar, mbak “syahrini” dengan slogan terbarunya “Cetarr
membahana badai halilintar tornado puting beliung menggelora membara” sehingga penduduk pun mau tidak mau terbiasa
menamakan jalan mereka itu dengan “aspal Korea” karena ibu Sri.
Dan itulah kurang lebih gambaran geografis tentang desa yang
akan menjadi salah satu setting tempat di cerita ini, desa yang bernama “Maju
Yes, Mundur No” atau nama familiarnya “Suka Maju” .
kita beralih ke salah satu
rumah di desa suka maju atau Move On village ini, sebuah rumah yang sederhana, hanya berukuran sikitar 5x6 meter, yang
bernuansa khas rumah pedesan, dinding depan
teras sengaja ditempeli dengan batu kali agar tidak monoton, di teras
tersebut diletakkan dua kursi kayu dan satu meja kecil, sekedar untuk bersantai di sore hari
dengan pemandangan sawah dan bukit di depannya, pot-pot berisi bunga
mawar dan seruni diletakkan di
samping-samping teras, memberikan kesan cantik dengan warna-warna yang beragam,
halamanya pun ditanami beberapa jenis sayuran, hanya ada cabai, sawi dan terong
kali ini. Jika kita lebih masuk kedalam rumah ini ada sebuah kamar yang masih
nampak lenggang .
“ Elizabeth maukah kau menikah
denganku, kau tahu bukan aku sudah mencintaimu begitu lama, dan hubungan kita
sudah berjalan selama 2 tahun, kita harus segera memperjelas hubungan kita,
sekali lagi aku memintamu maukah kau
menjadi pendamping seumur hidupku dan menjadi ibu dari anak-anakku?
“ kau membuatku malu Fernando,
tentu saja aku mau menikah denganmu, tetapi apa kau bilang tadi? Maukah aku
menjadi ibu dari anak-anakmu? Jadi selama ini kau sudah mempunyai anak? Kenapa
kau tidak pernah bercerita kepadaku, kau telah membohongiku Fernando......”
“t....tunggu dulu Elizabeth
maksudku bukan seperti itu”
“ ah..... sudahlah biarkan aku
pergi dulu, aku kecewa padamu, kau telah membohongiku fernando...”
“Elizabeth....... jangan
lari..... Elizabeth.......”
“huaaaa.......... Fernando aku
akan jatuh.... toloooooooong”
“Elizaaaaaaaabbbbeeeeethhhhhh..........................”
Bruaaakkkkkkk
“yuni..... yuni......yuni.....
bangun, sudah jam berapa ini, kamu nggak pergi ke sekolah hah”
Lagi –lagi suara ibu Sri yang
tengah membangunkan putri tercintanya
terdengar hingga penjuru desa. Bersambung............